Pada Zaman
pemerintahan Umar bin Khatab seorang perempuan diangkat menjadi kepala pasar di
kota Madinah wanita itu bernama As Syifa
, wanita ini sangat tegas menerapkan aturan-aturan islam, terhadap
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh para tengkulak, mempermainkan
timbangan dan segala yang dilarang oleh Al Quran. Beliau tidak takut pada
siapapun, beliau tida segan-segan melaporkan
penyelewengan kepada Khalifah Umar Bin Khatab. Ini adalah contoh kolaborasi pemimpin, sehingga rakyat merasa diperhatikan dan dilindungi hak-haknya. Di Indonesia, pada era Reformasi ini Indonesia pernah mempunya Pemimpin Perempuan Yaitu Megawati Sukarno Putri setelah Abdurahman Wahid dilengserkan oleh MPR. Banyak ulama merasa tidak nyaman dengan hal ini, karena sistem pada Negara Indonesia, dimana presiden berhalangan tetap/turun dari jabatannya maka Wakil Presiden yang menggantikannya. Pada masa sekarang banyak pemimpin wanita dari yang terendah (Kades) sampai pada kepala Daerah. Kepemimpinan Wanita ini masih terjadi perdebatan dalam kalangan umat Islam antara boleh dan tidak boleh perempuan menjadi Pemimpin. Dari berbagai dalil yang dikemukakan untuk memberikan pengertian kepada umat Islam, baik yang dipilih ataupun yang memilih. Untuk itu kami menjadi tertarik untuk menulis artikel ini dalam rangka mengemukakan pendapat dengan Metode yang sangat sederhana sekali. Mudah-mudahan ada manfaatnya. Mari kita telaah kebenarannya.
Sebelumnya kami
ingin mengungkapkan beberapa atau Bagaimana kretria pemimpin menurut ISLAM?
1. Beriman dan Beramal Shaleh
Ini
sudah pasti tentunya. Kita harus memilih pemimpin orang yang beriman, bertaqwa,
selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan
kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia
maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu
dalam bentuk amal soleh.
2. Niat yang Lurus
“Sesungguhnya
setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang
(akan dibalas) sesuai dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah
dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang
hijrahnya karena urusan dunia yang ingin digapainya atau karena seorang wanita
yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya sesuai dengan apa yang diniatkannya
tersebut”
Karena
itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan ALLAH
saja dan sesungguhnya kepemimpinan atau jabatan adalah tanggung jawab dan
beban, bukan kesempatan dan kemuliaan.
3. Laki-Laki
Dalam
Al-qur'an surat An nisaa' (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah
pemimpin dari kaum wanita. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas
sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan
sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh ialah yang ta’at
kepada Allah lagi memelihara diri (maksudnya tidak berlaku serong ataupun
curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya) ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara.
“Tidak
akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada
seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi
Bakrah dari ayahnya).
4. Tidak Meminta Jabatan
Rasullullah
bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,
”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
5. Berpegang pada Hukum Allah
Ini
salah satu kewajiban utama seorang pemimpin. Allah berfirman,”Dan hendaklah
kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” (al-Maaidah:49).
6. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Rasulullah
bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang
dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan
oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi
dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).
7. Menasehati rakyat
Rasulullah
bersabda, ”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia
tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu
tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”
8. Tidak Menerima Hadiah
Seorang
rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud
tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati.Oleh karena itu,
hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah
bersabda,” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat
Thabrani).
9. Tegas
ini
merupakan sikap seorang pemimpin yang selalu di idam-idamkan oleh rakyatnya.
Tegas bukan berarti otoriter, tapi tegas maksudnya adalah yang benar katakan
benar dan yang salah katakan salah serta melaksanakan aturan hukum yang sesuai
dengan Allah, SWT dan rasulnya.
10. Lemah Lembut
Doa
Rasullullah : "Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia
mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu
perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah
kepadanya"
Selain
10 kreteria pemimpin diatas seorang pemimpin harus juga mempunyai sifat : Sidiq(jujur),
Tablig(menyampaikan), amanah(dapat dipercaya), fatonah(cerdas).
Dari
10 kreteria diatas, kreteria pada poin tiga (3) yaitu laki-laki, masih menjadi
perdebatan dikalangan Ulama Ada yang membolehkan namun ada juga melarang keras.
Tentu semua mempunyai argumentasi dengan dalil masing-masing.
Kami
akan mencoba mengulas persoalan ini dengan rumus benar :
1.
RASIONAL
Rasionalitas
(dalil) yang ada yaitu :
“Sungguh,
kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi
segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar”.(Q.S Al Naml:23), Sebagian
ulama menjadikan ayat ini sebagai dalil.
2. BUKTI
Apakah
ada Bukti jika dipimpin wanita suatu negara/daerah mereka menjadi lebih baik?
Bisa YA bisa juga TIDAK.
3.
SISTEMATIS
Apakah
ada korelasi/Sistematis antara Al Quran dengan Al Quran atau Al Quran dengan
Hadist atau Hadist dengan Hadist?
Mari kita bahas:
Pemimpin adalah sebuah pekerjaan
keduanya ada kolerasi atau hubungan, jika seorang bekerja maka
kemungkinan atau bisa jadi suatu hari Dia akan menjadi seorang pemimpin,
pertanyaannya apakah perempuan boleh bekerja? Apa Hukum wanita Bekerja? Mengenai hukum wanita bekerja, Syekh Yusuf Qaradhawi
memandang hukumnya DIPERBOLEHKAN.
Bahkan, bisa menjadi SUNAH ATAU WAJIB
jika wanita tersebut membutuhkannya.
Seperti dalam kondisi ia seorang janda, sedangkan
tidak ada anggota keluarganya yang mampu menanggung kebutuhan ekonomi.
Dalil wanita boleh bekerja;
1.
surah al-Qashash ayat 23. “…kedua wanita itu menjawab, ‘Kami tidak dapat memberi minum ternak kami
sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan ternaknya, sedang bapak kami
termasuk orang tua yang lanjut umurnya.”
2.
Q S An Naml ayat 23, adalah sebuah kisah tentang seorang
wanita Ratu Balqis yang menjadi Pemimpin
dengan segala kemegahan singgasananya dan tentaranya yang sangat setia dan kuat
serta kehidupan masyarakatnya yang makmur, namun sayang Ratu Balqis dan seluruh
masyarakatnya menyembah Matahari, sehingga Nabi Sulaiman AS berdakwah
mensyi’arkan Agama Tauhid kepada Negeri Saba’ dan pada akhirnya diterima oleh
Ratu Balqis. Q.S
An Naml ayat 23 diatas sebagian ulama
dijadikan dalil mengenai kepemimpinan Wanita, jika perhatikan lebih seksama
dari cerita diatas bahwa Ratu Balqis adalah seorang Pemimpin dibawah KePemimpin Nabi Sulaiman AS.
3.
Allah Swt dalam al-Quran
berfirman, “(Karena) orang
laki-laki memiliki bagian dari apa yang mereka usahakan, dan para wanita (pun)
memiliki bagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(Qs. Al-Nisa [4]:32)
4.
“ Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia menuturkan bahwa Hindun
binti ‘Utbah berkata: “Wahai Rasulullah,
sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang suami yang pelit. Ia tidak memberikan
nafkah yang cukup untukku dan anakku, kecuali apa-apa yang aku ambil darinya
dengan sembunyi-sembunyi“ Maka Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:“Ambillah
harta yang mencukupi dirimu dan anakmu dengan cara yang ma’ruf (baik)” (HR. Al Bukhari dalam Shahih-nya (no.
5324), Kitab “an-Nafaqaat”, Bab “Idzaa lam Yunfiqir Rajulu”; Muslim dalam
Shahih-nya (no. 1714), Kitab “al-Aqdhiyah”, Bab “Qadhiyah Hind”, dari ‘Aisyah)
5. Firman Allah SWT:“Katakanlah (wahai Muhammad), bekerjalah kalian! maka Alloh,
Rasul-Nya, dan para mukminin akan melihat pekerjaanmu“ (QS.
At-Taubah:105)
Syarat Muslimah Bekerja
Meski diperbolehkan bekerja, ada beberapa syarat, menurut
Syekh Qaradhawi, yang wajib dipenuhi.
Pertama, pekerjaan tersebut
tidak melanggar syariat, seperti bekerja di bar-bar yang menghidangkan minuman
keras, bekerja melayani lelaki bujang, atau pekerjaan yang mengharuskan ia
berkhalwat dengan laki-laki.
Kedua, seorang wanita
mestilah menaati adab-adab ketika keluar rumah jika pekerjaannya mengharuskan
ia bepergian (harus ada izin dari Suami atau Walinya). Ia harus menahan
pandangan dan tidak menampakkan perhiasaan (QS an-Nur [24]:31).
Ketiga, ia tidak boleh
mengabaikan tugas utamanya untuk mengurus keluarga. Jangan sampai kesibukan
bekerja menyebabkan suami dan anak-anaknya telantar.
4.
UNIVERSAL
Apakah
Ini universal?
Jawabnya
TIDAK UNIVERSAL
Karena
Syarat seorang Muslimah Bekerja sangatlah tidak mungkin dilaksanakan oleh
Wanita tersebut : yaitu berkenaan dengan tanggung jawabnya dengan KELUARGA.
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمَرْأَةُ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا رَاعِيَةٌ وَهْىَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا
“Dan wanita
menjadi pemimpin di rumah suaminya, dia akan dimintai pertanggung jawaban
mengenai orang yang diurusnya.” (HR.
Bukhari no. 2409)
Allah Ta’alaberfirman,
وَقَرْنَ
فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآَتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah
kalian (para istri) tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah
laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat,
tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah
bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan
kamu sebersih-bersihnya.” (QS. Al Ahzab: 33)
Hadist
ini menjelaskan bahwa wanita adalah pemimpin di rumah suaminya. Artinya dia
punya tanggung jawab didalam mengurus rumah tangga. Maka dari itu tidak mungkin satu wanita
menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dengan dua tanggung jawab yang berbeda.
karena seorang pemimpin harus amanah. Pekerjaan menjadi tidak Sistematis, tidak
mungkin satu orang Wanita bisa menaiki dua tangga secara bersamaan. Misalnya
rumahtangga bisa diurus oleh pembantu; maka wanita itu meremehkan/tidak
mengakui hadist diatas.
Pada
saat Umar bin Khatab akan meninggal dunia, beliau kumpulkan para sahabat nabi, Ali
bin Abi Thalib, Abdurahman bin Auf, Usman bin Affan, Talhah bin Abdullah, untuk
memusyawarahkan siapa yang akan menjadi khalifah, para sahabat berkata kepada Umar bin Khatab;
Amirulmukminin bagaimana jika kami membai’at Abdullah bin Umar. Khalifah Umar
bin Khatab langsung marah, Beliau berkata; cukup satu Umar yang susah.
Jika
dilihat dari kontek Amanah, pemimpin menurut Islam adalah SUSAH. tentunya
sangatlah berat bahkan seorang Umar bin Khatab pun tidak menyukai keluarganya
menjadi pemimpin, karena memang seorang pemimpin pada hakekatnya sudah pasti
SANGAT SUSAH.
Artinya
Tidak sembarang Wanita bisa menjadi Pemimpin dengan persyaratan seperti diatas.
Kesimpulan
kami :
1. Rasionalitasnya
(dalilnya) hanya satu ayat yaitu surah An Naml ayat 23; dalil ini masih menjadi
perdebadat apakah surat An Naml bisa dijadikan dalil untuk wanita menjadi
pemimpin.
2. Hukum
Wanita bekerja adalah Boleh, artinya Keprofesionalannya yang bernilai Ibadah,
pekerjaannya yang memang menjadi bidang keahliannya, jika dia sarjana
pendidikan maka seyogyanyalah dia seorang guru dst.
3. Dari
kajian diatas terdeteksi bahwa Wanita menjadi Pemimpin terbentur pada rumus
UNIVERSAL, hanya sedikit wanita yang bisa masuk kreteria menjadi pemimpin,
misalnya; sudah bukan usia subur lagi, sudah tidak ada anak yang masih lajang
yang masih harus menjadi tanggung jawabnya, fisik yang kuat dan didukung oleh
suami/wali, Sidiq(jujur), Tablig(menyampaikan), amanah(dapat dipercaya), fatonah(cerdas),
syarat-syarat tersebut harus terpenuhi.
4. Rumus
BENAR adalah Rasional,Bukti,Sitematis, Universal. Kempat Unsur ini harus
terpenuhi jika salah satu tidak terpenuhi maka Urusan itu SALAH. Jika
dipaksakan urusan itu maka akan menjalar pada unsur BUKTI. Sehingga Urusan itu
akan TERBUKTI menjadi tidak baik
bagi masyarakat yang dipimpinnya.
Semoga artikel ini ada manfatnya, kebenaran
hanya milik Allah SWT, kebenaran pada diri manusia terletak pada Akalnya,
manusia wajib menjalankan akalnya dengan benar dalam rangka meninggikan derajat
Iman kita kepada Allah SWT.
Penulisa : Akhyar Julianto
Penulisa : Akhyar Julianto
0 Komentar untuk "PUCUK PIMPINAN TERTINGGI ADA PADA WANITA, "PROFORSIONAL? ATAUKAH HANYA INGIN MENDAPAT PUJIAN?""